Dua Silinder Kopi Pak Eko (1)


Jadi begini.

eko-ngopi
Eko Punto Pambudi, salah satu penggagas #ngopidikantor sedang menyeduh menggunakan V60 di kedainya, #ngopidirumah, di kawasan Klender, Jakarta Timur. Foto; Dok. Eko Punto Pambudi/ngopidirumah

Saya punya dua orang kawan bernama Eko. Yang pertama, sebut saja kumbang Eko Punto, salah satu inisiator #ngopidikantor, yang sekarang membuka kedai kecil rumahan dengan merek #ngopidirumah. Kawan kedua, Eko Deby, yang saya kenal di komunitas blogger motor (di masa lalu). Sama seperti Eko Punto, Eko Deby, kini juga membuka kedai kopi rumahan dengan nama Figuran Kopi yang memanfaatkan lanskap dapur di rumahnya, Mojokerto, Jawa Timur.

img-20181104-wa0041
Sejumlah kawan dekat Eko Punto menikmati kopi spesialti di kedai #ngopidirumah yang berada di kawasan Klender, Jakarta Timur. Foto: Dok. Eko Punto/ngopidirumah

Mereka berdua sama-sama penyuka kopi radikal. Eko Punto dan geng #ngopidikantor rutin berkampanye kedahsyatan kopi spesialti Indonesia. Dari Sabang sampai Bali (karena mereka belum dapat undangan ke Merauke :D). Dari kantor media sampai gedung korporasi dunia.

Eko Deby, pun begitu. Meski awalnya belum mengenal kopi spesialti, dan di masa lalu sempat membuka warkop tempat nongkrong para jeger di wilayahnya, dia terhitung penggila kopi. Dua tahun belakangan, dirinya mulai intens ngangsu kawruh seluk beluk kopi arabika spesialti di seputar Mojokerto, Jombang, Pare, Kediri, Solo, dan Jogja.

img-20181104-wa0054
Pengunjung kedai Figuran Kopi milik Eko Deby yang berada di dapur rumah yang dimodifikasi di kawasan Prajurit Kulon, Mojokerto, Jawa Timur. Foto: Eko Deby/Figuran Kopi

Tulisan ini akan terdiri dari dua bagian. Meskipun pada awalnya saya rencanakan untuk menggabung saja penulisan dari hasil mewawancarai mereka berdua via Whatsapp. Tapi realitanya, setelah melihat jawaban mereka berdua, rasanya sayang untuk disatukan dalam satu tulisan utuh. Ada beberapa pernik jawaban yang menurut saya akan lebih ‘mantul’ jika dikutip langsung.

Oleh karena itulah, saya akan tulis dalam model tanya-jawab ala-ala Vice gitu 🙂

Tentu dengan sejumlah penyesuaian, terutama kerapian struktur tanya jawab – maklum, wawancara via Whatsapp bisa melebar tak terhingga, dan semoga tanpa mengurangi makna, hanya menambah nuansa 🙂

Kenapa saya memberi judul “Dua Silinder Kopi Pak Eko”?. Karena kedua Eko ini didukung sepenuhnya oleh keluarga, terutama istri-istri mereka. Laiknya motor, dua slinder pasti lebih powerfull dibanding silinder tunggal.

Bukankah empat silinder jauh lebih bertenaga dibanding dua silinder? Betul. Tapi dalam konteks ini, saya nggak mau, diri saya dilempar panci oleh istri-istri mereka :mrgreen:

OK. Tulisan pertama, tentang #ngopidirumah dan hal-hal mengharukan yang ada di balik lap meja :mrgreen:

So here we go…

Nadhi (NAD): Selamat malam mas Eko, saya iseng pengen nulis soal cafe rumahan. Boleh nanya dikit ya?

Eko Punto (EEP): Wah tersanjung saya. Buat di mana mas?

NAD: Blog saya mas. Udah lama gak posting. Ini lagi gatel nulis hahaha. Blog #ngopidikantor kan udah anumerta *eh

NAD: Kenapa buka kafe di rumah?

img-20181104-wa0040
Ragam kopi arabika spesialti yang berada di kedai #ngopidirumahmu. Foto: Dok. Eko Punto/ngopidirumah

EEP: Awalnya, sebagaimana coffee snob pada umumnya, saya ingin mempunyai slow bar sendiri untuk menyeduh kopi di rumah. Saya sebelumnya sudah memiliki alat seduh manual, tapi alat-alat itu harus dimasukkan kembali ke dalam kotaknya setelah digunakan supaya tidak tercecer. Fungsi slow bar yang saya idam-idamkan salah satunya adalah sebagai rumah permanen bagi alat-alat itu, selain dilengkapi meja seduh, sink khusus dan penunjang seduh manual lain.

Cita-cita slow bar ini akhirnya terlaksana setelah saya berkesempatan merenovasi rumah secara total. Kompromi saya kepada anggota keluarga lain, adalah saya membebaskan desain, pemilihan warna dinding, keramik, dan sebagainya asalkan saya diberi ruang kecil untuk slow bar. Di luar dugaan saya malah diberikan space istimewa di bekas kamar tidur utama di bawah, istri saya malah menganjurkan untuk sekalian  membuka kedai.

Awalnya saya agak khawatir, karena kedai akan mengubah fungsi rumah dan kami menjadi tidak dapat privacy dan istirahat. Selain itu jika hanya menjual kopi secara seduh manual, konsumennya tidak akan luas, saya sudah mengalaminya saat mendorong gerobak #kopirakjat.

Untuk menjawab kekhawatiran-kekhawatiran itu saya berusaha membuat sekat imajiner yang membatasi ruang kedai dan rumah. Supaya lebih reliable secara bisnis saya putuskan untuk menjual menu lain selain seduh manual. Menu lain itu berbasis susu dan gula juga, tapi saya membatasi sebisa mungkin menggunakan produk organik. Untuk gula aren misalnya, saya membelinya di pasar dan merebusnya setiap pagi, untuk simple syrup saya juga menggunakan gula pasir yang direbus.

NAD: Gimana cara bagi waktunya dengan rutinitas kerja?

EEP: Seperti yang Anda ketahui, saya lumayan memiliki jam kerja yang lumayan fleksibel di kantor. Saya bekerja di majalah mingguan yang deadline-nya menjelang akhir pekan, di hari biasa saya bisa bekerja di kantor dari sore hingga tengah malam. Itulah kenapa jam buka #ngopidirumah jam 08.00-18.00 WIB.

NAD: Siapa yang dilibatkan sebagai pekerjanya?

img-20181104-wa0043
Kampanye kopi spesialti 🙂 Foto: Dok. Eko Punto/ngopidirumah

EEP: Sejak awal saya tidak berpikir untuk melibatkan orang lain, karena saya melakukannya demi kesenangan saya. Itu berlangsung sekitar 2-3 Minggu pertama. Pada awal #ngopidirumah buka saya memang sengaja mengambil cuti karena banyak yang harus disiapkan. Suatu hari saya bangun kesiangan, jam menunjukkan 08.30 pagi, saya panik karena kedai harusnya sudah buka setengah jam lalu. Terbayang segelas persiapan-persiapan yang belum saya lakukan: dari membersihkan kedai, mengeluarkan bangku tinggi, menata kopi-kopi dan Signage, memasak gula, menempatkan es batu di tempatnya, memanaskan cup sealer, menyiapkan mesin espresso dan sebagainya. Bahkan saya belum mandi :mrgreen:

Tapi begitu ke bawah saya sudah mendapati kedai sudah dibuka dan siap beroperasi. Bukan cuma itu, pengaturan dan kebersihan lebih baik dari sebelumnya. Ternyata istri saya sudah melakukan semua yang biasa saya lakukan setiap pagi, hanya saja dia melakukannya lebih baik. Saya terharu ternyata selama ini dia memperhatikan semua detail slow bar saya. Setelah itu, dia selalu membantu saya tanpa diminta. Jika saya memasak gula, dia membersihkan slow bar atau persiapan lain yang belum sempat saya lakukan. Kegiatan pagi saya setelah itu menjadi jauh lebih ringan.

Berita buruknya, istri saya sekarang menjadi lebih dominan di kedai, saya merasa #ngopidirumah sudah diakuisisi oleh dia. Banyak pengaturan yang diubah, walaupun banyak diantaranya harus saya akui menjadi lebih baik. Salah satu intervensinya adalah menu matcha, yang sejak awal saya menolak keras menu itu karena saya tidak paham asal-usul bubuk matcha itu. Setengah memaksa dia ceritakan bubuk yang akan digunakan adalah kasta tertinggi bubuk matcha – menyindir saya yang selalu menjelaskan ke pembeli bahwa kopi spesialti yang kami suguhkan adalah kasta tertinggi kopi.

Tapi penjelasannya tidak pernah menjawab keraguan saya, sampai pada suatu ketika, dia paksa saya mencicipi bubuk matcha-kasta-tertinggi yang sudah dicampur air panas, ditambah es batu, susu, es krim, dan diguyur espresso. Sesapan pertama minuman itu betul-betul membuat saya terdiam dan kehilangan argumentasi untuk menolak memasukkan matcha ke menu.

NAD: (dalam hati) Rasakno! Kapokmu kapan mz.

NAD: Apa benar modalnya sebagian dari jual mobil?

EEP: Agak memalukan, tapi betul. Modal #ngopidirumah sendiri sebetulnya tidak besar, saya sudah memiliki sebagian besar perlengkapan menyeduh, yang harus dilengkapi untuk membuka kedai mungkin hanya printer struk, gelas-gelas, dan cup sealer. Selain untuk kedai, hasil penjualan mobil sebagian besar untuk menutup kekurangan renovasi rumah.

NAD: (akting) menangis haru…

NAD: Strategi pemasarannya gimana?

EEP: Nyaris tanpa strategi kecuali dari mulut ke mulut dan medsos terutama Instagram.

NAD: Respon pasar gimana?

img-20181104-wa0035
Kedai #ngopidirumah buka dari jam 08.00 – 18.00 WIB. Menyesuaikan dengan jam kerja pemiliknya. Foto: Dok. Eko Punto/ngopidirumah

EEP: Di luar dugaan sangat positif. Yang menyenangkan sudah ada beberapa konsumen tetap. Mereka tidak hanya datang setiap hari, beberapa ada yang datang sehari dua kali. Setelah masuk ke Go-Food penjualan naik sekitar 40%, walaupun ekspektasi saya lebih besar dari itu. Perkiraan saya ini terjadi karena belum ada kedai sejenis di daerah saya. Walupun senang beberapa kali ketika lelah melayani konsumen saya sempat menyesal membuka slow bar saya untuk umum 🙂

NAD: Seyakin apa pasar bakal merespon produknya?

img-20181104-wa0044
Rayuan gombal mukiyo ala #ngopidirumah. Foto: Dok. Eko Punto/ngopidirumah

EEP: Awalnya tidak terlalu yakin, saya berpikir kalaupun tidak laku setidaknya saya punya slow bar. Banyak jurus pemasaran yang bisa dilakukan jika saya ingin meningkatkan penjualan, untuk saat ini saya sudah lumayan puas dengan slow bar saya.

NAD: Kenapa namanya ngopi di rumahmu tapi di kedainya malah ada tulisan gede COFFEE?

img-20181104-wa0037
Sedotan stainless steel. #ngopidirumah peduli lingkungan hidup dengan tidak menyediakan sedotan plastik di kedainya. Foto: Dok. Eko Punto/ngopidirumah

EEP: Saat diminta sekalian buka kedai, bayangan saya adalah kissaten, kedai kecil di perumahan padat di Jepang yang melayani konsumen secara personal. Profil kissaten sangat sesuai dengan lokasi  #ngopidirumah yang terletak di dalam gang. Ketika mencari contoh fasad kedai-kedai kecil di Instagram, saya melihat kebanyakan mereka menonjolkan COFFEE, bahkan tanpa nama kedai mereka, dan itu menjadi sangat eye-catching. Selain itu dengan tidak menonjolkan merek membuat saya lebih nyaman karena secara administrasi kedai saya tidak terdaftar.

NAD: (buka ponsel, Whatsapp ke orang pajak) :mrgreen:

NAD: Siapa yang merancang desain dalam dan luar?

EEP: Desainnya mengikuti layout rumah lama dengan sedikit penyesuaian mengganti jendela kamar utama menjadi meja bar terbuka. Karena sempitnya lahan untuk ruang terbuka, di sisi kedai kami kosongkan untuk menjadi semacam void sempit, di situ  ditanam sayuran hidroponik, pada percobaan pertama sayuran tumbuh kurang subur karena kurangnya paparan sinar matahari. Pengganti cahaya matahari bisa diganti dengan lampu khusus. Di luar dugaan banyak orang yang suka dengan desain kedai dan rumah kami yang menurut saya biasa saja. Yang kurang, menurut saya adalah unsur warm (umumnya bisa didapat dari penggunaan kayu) pada kedai #ngopidirumah. Dan itu bisa jadi pembeda fungsi juga.

img-20181104-wa0039
Sebagian sisi dalam kedai #ngopidirumah. Foto: Dok. Eko Punto/ngopidirumah

EEP: Haha semangat jawabnya, kayak numpahin unek-unek.

NAD: Brewer ngetop yang udah main ke sana siapa saja mas?

EEP: Mamad dari Tanamera, Ongli dari kopi Ol, Rafki dari ABCD, Ajibon dari #ngopidikantor

NAD: Budi tadah….

EEP: Belum

NAD: (nanya imajiner sambil was-was) Ijar?

EEP: (jawaban imajiner) Apalagi dia… (dengan suara melow ala Ermy Kulit)

 

3 pemikiran pada “Dua Silinder Kopi Pak Eko (1)

Tinggalkan komentar