Wawancara Imajiner dengan Punisher Jalanan


punisher

“Praaaaaak…!!!”

Sedetik kemudian sang pengendara roboh ke tanah. Sebelumnya, motor itu jalan sempoyongan di sisi jalan. Lampu depan pecah. Setang bengkok. Pecahan lampu berbaur dengan serpihan kaca spion berhamburan di jalan. Si biker sepertinya pingsan. Kepalanya terlihat berdarah. Entah kemana helmnya, apakah terpental atau justru dia tidak memakainya.

“Memang sengaja saya jatuhkan dia,” aku Mr Punisher. Saya tercekat. Baru beberapa bulan saya mengenalnya. Orangnya kalem. Wajahnya boleh dibilang simpatik. Tapi kalau sudah ngomong prinsip, raut mukanya berubah keras. Badannya tinggi besar dengan postur yang tidak terlalu gempal. Kata orang atletis-lah badannya. Potongan rambutnya pendek, bukan cepak. Saya bertemu di sebuah tempat cucian motor di kawasan Depok.

Motornya macho, model sport dengan mesin diatas 200cc. Mr P, saya lebih suka menyebutkan begitu, mengecat tunggangannya itu dengan kelir hitam. “Simbol ketegasan,” kata dia. Motornya saya lihat ada sejumlah modifikasi di bagian setang dan rangka. Fungsinya saya baru tahu kemudian setelah dia bercerita.

punisher_big

Mr P melanjutkan kisahnya, biker yang dia jatuhkan di Jalan Raya Lenteng Agung itu tipikal pengendara ngawur. Si biker melawan arus, meski di tengah malam yang lalulintasnya sepi. Mr P juga pernah menjegal seorang biker pelawan arus di Jalan Raya Margonda saat tengah hari bolong.

“Karena saya lihat aparat polisi tak bertindak tegas. Dari pada dia mencelakakan orang lain lebih baik saya hajar duluan,” paparnya dengan dingin.

Saya yang mendengar tuturannya itu, hanya bisa manggut-manggut, tak berani menanggapi atau mengomentari aksinya itu. Dalam posisi ini, saya lebih safe untuk listening.

punisher_skull

Yang membuat saya surprise, aksi punishment jalanan itu menggunakan alat sederhana yang dipasang di setang dan rangka mesin. Alat itu merupakan modifikasi dari pompa semprot air kaca mobil. Isinya adalah air yang dicampur serbuk cabai, merica, dan garam.

“Itu spesial bagi biker yang nggak pakai helm, atau pengguna helm cetok. Apalagi pelawan arus, lebih gampang membidiknya,” ungkap Mr P.

Sedangkan di rangka mesin, dia pasang pelempar batangan besi BRC yang dimodifikasi dari pompa sepeda. Tenaganya dari tekanan angin yang diambil dari saluran gas buang. Sistem kerjanya, begitu “pelatuk” yang ada di setang ditekan, dua buah besi BRC akan terlontar. “Ketika masuk ke roda yang berputar otomatis motor akan terjungkal,” kata Mr P kalem.

punisher_says_smile1

Sambil bergidik ngeri saya beranikan diri untuk bertanya lebih jauh. Berikut ini petikan perbincangan saya dengan Punisher jalanan itu.

Saya (S) : Kenapa sih Anda melakukan aksi itu? (Dengan nada hati-hati takut wajahnya mengeras).

Mr Punisher (P) : Anda tahu (dengan nada tegas dan wajah mengeras – waduh!), aparat polisi tidak bertindak tegas. Lihat sendiri di jalan, begitu banyak biker melawan arus, nggak pakai helm, serampangan, didiamkan saja. Lama-lama mereka dan anak keturunannya akan berpikir “Oh ini bukan kesalahan. Nggak apa-apa”. Nantinya, kesalahan yang berujung pelanggaran itu akan menjadi budaya yang direstui. Ujung-ujungnya orang akan menganggap itu bukan kesalahan. Nah, pembiaran itulah yang membuat hukum tumpul!

S : Kalau begitu Anda main hakim sendiri dong? Bersikap laiknya polisi, jaksa, sekaligus hakim – kata saya spontan.

P : Anda nonton film Punisher nggak? Terutama edisi perdana dengan bintang Dolph Lundgren?

S : (mengangguk)

P : Apa yang Anda dapat? Ngerti nggak pesan film itu?

S : (menggeleng)

P : Wah, orang seperti Anda kok nggak ngerti sih?!

S : (tersinggung tapi takut)

P : Frank Castle, Si Punisher itu, sudah tidak percaya lagi dengan korps-nya. Polisi, menurut Frank dalam film itu, terlalu lamban bertindak. Aturan hukum sekuat apapun bila tidak ada aparat hukum yang punya integritas akan ambruk! Frank percaya, hukum itu integral dengan sosok si aparat. Ada korelasi kuat antara moralitas pribadi dan hukum yang dibuat negara. Frank, yang keluarganya dihabisi mafia, tidak menemukan itu dalam korps polisi tempat dia mengabdi. Dendam itulah yang membuatnya menghabisi gerombolan mafia yang membunuh keluarganya.

S : Tapi kan biker ngawur yang Anda jegal itu bukan pembunuh mas?

P : Anda tidak mendengarkan. Biker ngawur itu berpotensi membunuh orang di sekelilingnya. itu sama saja dengan mafia yang bersekongkol menghabisi anak-istri Frank Castle. Orang-orang seperti itu patut diberi pelajaran. Biar menjadi contoh bagi biker ngawur yang lain. Intinya bakal ada Punisher yang menghukum mereka di jalanan. Sudah saatnya masyarakat bergerak untuk menghukum para oknum biker ngawur itu.

S : Ooookkkke…okkkke…(sambil rada takut) Selama ini daerah operasi Anda dimana?

P : Lebih banyak di jalur ngantor, antara Depok hingga Jakarta Pusat.

S : Wah, jauh juga dong? Apa tidak capek dan kehabisan “peluru”?

P : Ada jalur favorit penindakan, yaitu Margonda, kawasan Lenteng Agung, dan TB Simatupang. Sudah saya perhitungkan “peluru” yang saya miliki untuk berapa oknum biker.

S : Korban terbaru Anda dimana?

P : Di depan Universitas Pancasila, Lenteng Agung. Siang itu dari arah kampus ada sejumlah oknum biker yang melawan arus. Beberapa diantaranya tidak mengenakan helm. Saya pepet, dan semprot mukanya dengan air cabai, lainnya saya jegal dengan besi BRC. Motor di depan yang bikernya kena air cabai, oleng dan terpental ke got. Di belakangnya terjungkal begitu batangan besi BRC masuk ke roda depan. Penunggangnya melayang masuk ke parit di tepi jalan…byuuuur….byuuur….!!!

BYUUUR…..BYUUUUR……!!!
“Ayah kok nggak bangun-bangun sih? Jadi nganterin berenang nggak? Ini saya siram air biar ayah bangun.”
Byuuur….byuuuur…..Haaeep…haaaaeep…

3 pemikiran pada “Wawancara Imajiner dengan Punisher Jalanan

  1. kasian dong, artinya orang itu dibikin celaka. seandainya meninggal gimana? memang perlu dikasih pelajaran tapi jangan begitu ah, terlalu ekstrim.

  2. Kalo ga salah inget, filosof jerman F NIETZHE pernah bilang gini nih “ketika kamu melawan monster, hati2 jangan sampai kamu sendiri jadi monster”

Tinggalkan komentar