Saya tumpaki dengan berdebar hati.

Akhir Februari, si bulan cinta itu, saya berkesempatan mudik ke Sala. Ada beberapa keperluan keluarga yang musti saya lakoni. Dengan waktu yang terbatas, hanya 3 x 24 jam, maka saya memerlukan alat transportasi pribadi berupa motor.
Beruntung, saya mendapat pinjaman motor jenis skutik dari ATPM (Angkutan Terpercaya Milik Mertua) berupa Honda Vario Fi produksi 2014. Praktis, selama wara-wiri di kota kelahiran almarhumah Tien Soeharto, itulah, skutik ini saya kangkangi dengan berdebar hati.
Kenapa? Saya tak terbiasa pakai motor jenis otomatik. Motor yang sering saya gunakan, jenis ‘sport’ yang ada koplingnya, dan motor bebek persneling manual. Jadi, terasa kagok saat mengendarainya, dan perlu adaptasi beberapa lama.
Kondisi cuaca di akhir Februari, di kota asal presiden Joko Widodo, itu, gampang banget berubah. Temperamental. Pagi benderang, siang hingga petang hujan deras dan menyisakan gerimis hingga tengah malam.
Jalur yang saya gunakan jalanan dalam kota Sala, diantaranya Palur, Pasar Kliwon, Nusukan, Sumber, Jajar, dan perbatasan Sukoharjo-Kartasura. Kondisi jalan sebagian besar aspal halus, sisanya, terutama di jalan-jalan pinggiran seperti Palur dan Kartasura, berserakan lubang jalanan. Kira-kira, untuk di dalam kota saja, menghabiskan jarak sekitar 50 km.
Sedangkan jalurĀ luar kota meliputi tiga kabupaten; Karangpandan, Klaten, dan Boyolali. Jalur yang saya gunakan ke luar kota dari Sala sebagai berikut: Ke Karangpandan sejauh 25 km. Lalu melaju ke Sumyang, Klaten sejauh kurang lebih 60 km. Dari Klaten, lanjut ke Boyolali kota via jalan tembus Jatinom, Klaten sekitar 30 km. Dari kota Susu itu, saya balik ke Sala dengan jarak lebih kurang 40 km. Total jarak tempuh seharian itu sekitar 155 km.
Jadi inilah catatan saya selama 48 jam – tentu saja tidak terus menerus -menunggang motor rakitan (Astra) Honda Motor van Cikarang ini:
- Lucu, spionnya ada seinnya. Bisa nyala kedap-kedip
- Bodinya lebar, muat helm open face dan dua pasang rain coat.
- Posisi berkendara bikin pegel pinggang.
- Joknya terasa keras, walau dimensinya lebar.
- Nggak stabil dan nggak enak buat nikung-nikung di kawasan pegunungan Jatinom – Boyolali.
- Selama 200an km jarak tempuh (dalam dan luar kota), 2 kali isi full tank. Indikator BBM, kalau tidak salah ingat, masih dua strip dari posisi E.
- Lampu LED sinar putih tak kuasa menerangi jalan saat hujan deras di malam hari. Pantulan sinar lampu di aspal nyaris tak terlihat. Saya hampir celaka, oleng, ketika ban depan menghantam lubang jalan.
- Dengan kondisi seperti itu, terutama posisi berkendara, kok ya ada yang nekat dibawa jalan-jalan jauh š¦ Apa gak sengkleh
swiwinepinggangnya?
wah jatinom udah deket pasar wedi ituh.. kapan main ke south mountain cuk?
Insya Allah sakdurunge sasi poso kak…
18-24 mei aku pulkam. tak duduhi kearifan lokal pucuk gunung kidul..
Aku nek ora awal Mei yo akhir Mei. Nyadran. Sent location wae.
Eh, kearifan kenthongan kae ya kak?
Sampeyan nulis artikel montor ngahaem diamplopi piro mzbrooo
Fokoknya tebel mz vroooo…..