Robohnya Sniper di Telkomsel


Ketika peramban dan operator seluler menyajikan ironi The Devil of Ramadi.

Screenshot from 2015-09-14 00-05-21


Suatu pagi di hutan pinggiran Odessa, Texas, Amerika Serikat, seekor rusa jantan mengunyah rumput, yang di awal musim panas itu berwarna hijau kekuningan. Tiba-tiba letusan senapan laras panjang memecah kesunyian. Sebutir peluru melesak cepat dari laras Springfield, tepat menembus lehernya. Tubuhnya tersungkur. Mati seketika.

Belasan meter di belakangnya, dari balik semak belukar, seorang bocah lelaki berteriak gembira menyaksikan bidikannya tepat mengenai sasaran. Wayne Kenneth Kyle, ayahnya, seorang pemburu ulung dan juga diakon – asisten pastor, gereja di Odessa, berkata,”Kamu memang berbakat. Suatu saat kamu pasti jadi pemburu hebat.”

Screenshot dari Google Play

Screenshot dari Google Play

Ucapan ayahnya terbukti belasan tahun kemudian. Anaknya, Christopher Scott Kyle, yang kemudian berkarir di Navy SEAL, menjadi penembak runduk (sniper) paling mematikan di kesatuannya.

Chris Kyle, demikian dia dipanggil, selama 10 tahun bergabung di kesatuan elit tentara Amerika Serikat itu, dan ikut dalam empat misi perang (tour) di Irak, menurut catatan resmi militer Amerika, telah menewaskan tak kurang 160 pasukan pemberontak Irak.

Itulah kenapa oleh sejawatnya, dia dipanggil dengan sebutan The Legend. Capaian spektakular seorang penembak runduk dalam sejarah militer negeri Paman Sam.

Perang, dalam sisi manapun, selalu melahirkan apa dan siapa itu pahlawan dan pemberontak. Untung Suropati misalnya, dianggap sebagai tokoh pemberontak oleh pemerintah kolonial Belanda. Namun, di lain pihak, dia mendapat tempat terhormat sebagai pahlawan di negeri ini.

Screenshot from 2015-09-14 00-28-59

Clint Eastwood, sutradara, yang mengadaptasi buku otobiografi Chris kyle: The American Sniper, ke dalam film dengan judul sama, berusaha menerjemahkan tekanan psikologis si penembak runduk, yang oleh lawannya dijuluki The Devil of Ramadi ini.

Nampaknya, pengarah film yang kondang dengan film Dirty Harry dan genre film koboi, ini, kurang mengeksplorasi sisi gelap kejiwaan dan kepribadian Kyle yang berubah drastis setelah berperang selama satu dekade.

Screenshot from 2015-09-13 23-14-31

Hal Espen, jurnalis Hollywood Reporter, menulis bahwa si legenda itu mengalami tekanan mental berat.”After four combat deployments in Iraq, Kyle was physical and emotional wreck, to a degree suggested but largely unexplored in the film,” tulis dia.

Memang, di beberapa bagian film, dikisahkan, bagaimana istrinya, Taya, memohon sang suami untuk tak lagi berperang, karena hal itu mengubah kepribadian suaminya secara drastis.

Screenshot from 2015-09-13 23-49-17

Bisa jadi, Clint Eastwood, merasa tak enak hati untuk terlalu dalam mengupas sisi gelap pahlawan Amerika ini, karena pertimbangan sisi kemanusiaan sepeninggal Kyle, yang, ironisnya, terbunuh di lapangan tembak Texas oleh sesama veteran perang Irak yang mengalami gangguan jiwa.

Soal reputasi Kyle ini, publik Amerika pun terbelah. Satu kubu menyanjungnya sebagai pahlawan, di sisi lain, masyarakat yang mencibirnya sebagai seorang tentara yang gemar membunuh untuk kesenangan.

Mark Lee Greenbalt, penulis buku Valor: Unsung Heroes from Iraq, Afghanistan, and The Home Front, yang salah satunya memprofilkan Kyle, dan beberapa kali mewawancarainya, menegaskan bahwa Kyle melakukan dengan baik tugasnya sebagai tentara. “I’m killing them (refering to the insurgents) to protec my fellow Americans,” kata dia mengutip Kyle.

Screenshot from 2015-09-15 10-10-56

Greenbalt menambahkan, seperti yang dimuat Military.com, “It was all about the terrorist who were beheading and torturing civilians (iraqis and westernes alike)… Chris I knew was motivated by something far more noble – defending innocent civilians and his American brethen.”

Di tengah pro dan kontra terhadap reputasi Kyle maupun konten film tersebut, Clint Eastwood, terhitung sukses menyutradari film ini. Di seluruh dunia meraup pendapatan lebih dari $547 juta AS, sementara ongkos produksinya ‘hanya’ $58 juta AS.

Aktor kawakan ini memang beberapa kali berhasil mengarahkan film-film bertema western maupun perang, seperti; Unforgiven (1992), Flags of Our Fathers (2006), maupun film biopic J. Edgar (2011), yang menggambarkan direktur FBI paling berpengaruh dalam sejarah Amerika.

Setidaknya, untuk film ini, saya memutarnya hingga tiga kali, karena ada beberapa adegan yang perlu saya cermati, melalui peramban Chrome di layar monitor PC saya.

Lho, Google Chrome? Nonton film bajakan via streaming internet? Bukan mas bro!

Begini. Pengguna Android pasti sudah tahu jika Google Play juga menyediakan konten film, selain aplikasi dan buku. Nah, American Sniper yang saya tonton itu tersedia secara legal di sana.

Pengguna bebas memilih ratusan film dari berbagai genre, dan dapat ditonton di gawai Android, laptop, maupun PC dengan hanya menggunakan peramban Chrome.

Screenshot dari Google Movie
Screenshot dari Google Movie

Tentu tidak gratis. Ada dua skema yang ditawarkan: sewa atau beli. Sistem pembayaran juga ada dua: potong pulsa (pra dan paska bayar) Telkomsel, atau menggunakan kartu kredit.

Harganya, tergantung pilihan menontonnya dan mode filmnya (SD atau HD). Jika sewa dengan durasi pinjam 48 jam, sekitar Rp19 ribu – Rp25 ribu. Sedangkan jika membeli, harganya di kisaran Rp120 ribu – Rp170 ribu (tergantung pilih SD atau HD).

Mahal? Relatif.

Bagi saya, yang penting legal. Jika dirasa filmnya layak dikoleksi ya tak ada salahnya beli.

Dari segi tata suara, jika di rumah tersedia home theatre, akan lebih baik, karena film yang ditawarkan mendukung tata letak suara 5.1. Bagaimana? Penasaran test ride Google Movie via Telkomsel? 🙂

Screenshot dari Google Play

Screenshot dari Google Play

16 pemikiran pada “Robohnya Sniper di Telkomsel

  1. Mas Bro, apa kabar?
    Saya baca yang nulis perbandingan aslinya cerita Chris Kyle dengan yang di movie jadi kesel karena di filmnya ternyata lain sekali.

    Ada kelebayan supaya movienya menarik, soal Mustafa, Butcher, juga matinya Chris tidak disebutkan kenapa.

    1. Kabar baik mas bro?
      Kapan kita jalan bareng lagi ke luar kota? 🙂
      Yes. Film ini, seperti yang saya tulis, menimbulkan pro-kon di publik Amerika.

      Menggenapi ‘prestasi’ Chris Kyle sendiri yang bagi masyarakat di sana juga sudah menimbulkan pro-kontra.

      Memang, di dunia panggung citra, apa sih yang gak lebay? Demi apapun atas nama bisnis.

      Soal Mustafa, saya kira itu ‘jawaban’ Clint Eastwood atas sosok sniper dari tentara pemberontak Irak yang berjuluk Jaba.

      Sebagian masyarakat dunia, terutama di Irak, meyakini bahwa Jaba itu ada. Dipertegas dengan video yang diunggah di Youtube, tentang tentara Amerika yang berjatuhan di lapangan ditembak si Jaba ini.

      Namun, tak sedikit yang menyangsikan eksistensi Jaba. Media Amerika misalnya, masih mempertanyakan apakah Jaba ini real atau mitos?

      Soal kematian Kyle dalam film, saya cenderung sependapat dengan penggambaran Eastwood, yang secara tersirat menampilkan jam-jam terakhir tewasnya pahlawan perang Irak Amerika itu. Toh, publik juga sudah tahu penyebab kematian dan siapa pelakunya.

      Eastwood dengan cantik menampilkan footage rekaman asli ketika warga Amerika mengantar jenazah Kyle ke rumah terakhirnya.

Tinggalkan Balasan ke nadi Batalkan balasan