Buku Terakhir


Ketika orang lupa cara berdoa, bagaimana mengingatnya?

wpid-mv5botq1mzqyodk2n15bml5banbnxkftztcwnty4mja5mg_.jpeg
Seperti apa jika harapan hilang? Iman yang menguap entah kemana – bahkan untuk doa makan pun semua orang menjadi lupa. Hanya kata ‘amin’ yang mereka ingat. Selebihnya adalah potret kekuasaan yang primitif.

Benarkah iman, kepercayaan, dan harapan itu bisa menjadi ‘power’ yang lebih dahsyat dibanding letusan bedil dan ledakan granat?

Di bumi yang koyak oleh badai matahari. Padang pasir dan karang nyaris menutup muka bumi, disanalah Eli, selama tiga puluh tahun berjalan dari matahari terbit menuju ke barat. Itu setelah sebuah pesan ‘ilahi’ menghampirinya di reruntuhan kerak bumi.

“Saya diperintah membawa buku ini ke arah barat,” kata dia.

Konon, itulah buku terakhir yang harus diselamatkan. Jadilah, dia seorang messenger, the chosen one. Selama tiga dekade, hampir tiap saat dia baca isi buku itu. Lembar demi lembar, sampai hafal luar kepala.

***

The Book of Eli, ini film lama, produksi 2010. Besutan dua sutradara, Albert dan Allen Hughes (Hughes Brothers) yang ditulis Gary Whitta.
Dua kali sudah saya menontonnya. Yang pertama, awal tahun ini di sebuah televisi swasta, namun saya hanya sempat menonton separuhnya. Telat.

Kali kedua, semalam, di Fox Action Movies. Timingnya tepat, pas iseng nyari di UseeTV judul film yang pas untuk ditonton Minggu malam. Sambil ngeteh tubruk Sintren campur Gardoe dan ngemil kacang Bali yang tinggal separuh bungkus.

Denzel Washington yang berperan sebagai good gay (Eli), seperti biasa tampil prima. Begitu pula Mila Kunis (Solara), yang kali ini tak hanya pamer lekuk tubuh. Namun, menurut saya, Gary Oldman, si aktor sinis itu, begitu memukau. Dia mampu menghidupan karakter Carnegie, yang terobsesi ‘power’ yang ada di dalam buku Eli: tak bermoral namun rindu iman.

the book of eli_imdb

Foto-foto : IMDB

Dia menganggap buku yang selama puluhan tahun berada di pelukan Eli laiknya senjata pusaka, alat pamungkas untuk melegitimasi kerajaan kecilnya di sudut padang pasir. Dia bertingkah bak alay yang merasa kegantengannya bertambah sekian puluh persen jika numpak R15, R25, ER6, ataupun M 795. Lupa esensi, ingat kulit.

Dan pada akhirnya pun the chosen one faham, tugasnya selama ini bukan sekadar melindungi sebuah kitab suci terakhir. Tidak semata hablum minallah, namun juga hablum minannas. Keseimbangan hidup, kata orang bijak.

15 pemikiran pada “Buku Terakhir

  1. oh iyo aku nduwe film iki dlm bentuk MP4 po avi lali aku, pokoke isone dibukak nganggo media player klasik, GOM dan semacamnya, gambar bagus, lebih bagus dari signal Indovision tentunya.
    Nek pengin memiliki sila datang ke rumah, atau ngko ta anter wae, tapi isone #barbakdo

  2. hmmmm… masbro ulasannya bagus tapi masih kurang, bukan ulasan filmnya tp pengembangan dari nilai yang ‘nampaknya’ ingin disuguhkan ke saya sebagai pembaca, kurang mengena.
    Ayo perbaiki pada postingan selanjutnya, ben ra edan. :mrgreen:
    oh iyo aku klik ‘LIKE’ e engko wae yo #barbakdo

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s