Risiko Helm HJC Non-Otentik


Rekomendasi tengkleng Sala: Bu Edi Pasar Klewer dan Yu Tentrem, Bibis.

HJC RPHA 10 Lorenzo Monster Energy

Rembang petang, gerimis, ketika malam menyongsong libur panjang. Di grup waslap keluarga besar eyang kakung, muncul testimoni dari beberapa saudara: jajal makanan khas Sala. Ada yang test makan di kawasan Bintaro, Jeruk Purut, dan sebagainya.

Bagaimana sih rasanya tengkleng, mie godok nyemek, tahu kupat, di Jakarta, yang kabarnya khas Sala itu? Tentu tergantung lidah dan selera.

Bagi saya sendiri, makanan khas Sala di Jakarta itu tak ada yang enak. Tengkleng Sala di Jakarta? Maaf, ke laut saja. Tongseng? Gulai? Monggo dimakan sampeyan saja. Sega liwet? Tahu kupat? Serabi? Wis entekno kabeh. Kalau hanya sekadar makan boleh, tapi untuk memberikan ‘cap jempol’ nanti dulu!

Begitu pula tehnya. Urusan teh, saya kadang harus import Teh Gardoe, yang buatan pabrik di Karanganyar, sebuah kota di Timur Kota Sala itu. Atau, jika terpaksa, mencari teh Jawa yang ada di minimarket, seperti Teh Poci, Teh Gopek, Teh Botol, dan semacamnya. Rasanya khas. Itulah otentik. Tengkleng Sala ya Bu Edi yang mangkal Gapura Klewer atau Yu Tentrem di Bibis. Atau cobalah keaslian sate buntel di Tambak Segaran, dekat Kepatihan.

Warung-warung atau resto yang mengaku-aku Sala itu, bagi saya, tak lebih dari trik dagang semata. Berharap meraih pembeli yang kangen dengan makanan Sala yang otentik. Tapi rasanya malah jadi antik 😦 . Pernah, saya iseng makan sega liwet yang mengaku asli Sala di daerah arteri Pondok Indah. Begitu datang sajiannya, saya langsung ilang syahwat. Masa, sega liwet kok ditaburi kecap asin-manis dan ada tumpukan kerupuk warna-warni. #kamplengisisan

Lalu apa hubungannya dengan helm HJC R15 Lorenzo replika yang buat gimmick penginden itu?

Kita tahu, HJC bukanlah jenama abal-abal di dunia perhelman. Kualitas buatan dan supremasi helm asal Korea ini, terlebih setelah menjadi helm yang beredar di MotoGP, dan meng-endorse Lorenzo, HJC melambung pesat. Saya sendiri pun tertarik dengan HJC terutama HJC RPHA 10 MC2. Dari segi harga, jenama HJC inilah yang paling masuk akal untuk helm jenis premium. Berkisar Rp 1,9 juta – 5 juta. Dan sebagian memang helm replika Jorge Lorenzo.

Tapi begitulah ketika urusan bisnis harus kompromi dengan pasar. Ada resiko yang harus ditanggung. Kok ya kebetulan, saat ini, KBC dan HJC yang diproduksi di Indonesia dibuat di satu pabrik. Ada moment peluncuran R15, ya sudah, bat-bet-bat bet jadilah HJC asli tapi tidak otentik.

Intinya sih, kalau mau rasa tengkleng Sala yang otentik, datanglah ke Bu Edi Klewer atau Yu Tentrem di Bibis Sala. Sekalian wisata kuliner lainnya to?

*foto HJC RPHA 10 dari Juraganhelm

24 pemikiran pada “Risiko Helm HJC Non-Otentik

  1. Intinya jangan disamain kualitas antara hjc lorenzo (rpha beneran) sama hjc R15, bahaya soalnya… Ntar naik motornya makin menggila dan pede kalaupun crash gak masalah, toh helm motogp.

    Gitu ya? 😀

      1. Kaya temen ada yang udah niat inden R15, karena tergiur hjc. Cuma setelah tau itu cuma sekelas kbc, gak jadi. Mending itu 1 jeti disimpen, atau kalo dibuat beli kbc masih lebih banyak. Yaudah deh indennya nanti aja… Kalo soal bonus undian part racing sih dia gak terlalu berharap, nothing to lose lah 5 / 1500 😀

        1. Eh jangan salah. Jenama KBC itu otentik juga. Kelas dunia. Model dan bentuknya global. Lahir dari Korea yang besar di USA. Coba gugling. KBC dominan di MotoX. Ada kelas-kelasnya. KBC yang sertifikasi Snell harganya bisa Rp 3 jutaan.

            1. Iya. Bener banget.
              Seandainya saja, HJC R15 Jorge Lorenzo replika itu mengambil model dan type yang otentik HJC, tentu dengan pembedaan di kelas harga, pasti nggak akan seruwet dan sembundet ini.
              VR2 udah Snell mas bro hihihihi

Tinggalkan Balasan ke Kobayogas Batalkan balasan